Sunday, July 05, 2009

lama tak besua...

uih.. sudah lama sekali blog ini tak tesentuh..
banyak alasan... karena ga ada bahan untuk di post, sempet ga punya laptop utk online, kesulitan jaringan internet dan mungkin terlalu asyik main facebook..
hmm.. yg pasti insyaAllah akan saya aktifkan lagi.. :)

Sunday, October 19, 2008

My Own Vertical Limit

Seorang teman membangunkan saya tepat pada pukul 1:20 WIT. Pascal, nama teman itu (percayalah, orang tidak selalu sebagus namanya). Hari itu hari Minggu, 4 May 2008, ketika saya, Pascal dan Alim bangun pada dini hari untuk bersiap-siap melakukan perjalanan yang cukup menakjubkan. Yeah! We are going to hike Cartenz beibeh. Cartenz adalah salah satu puncak salju abadi (Glacier) di Indonesia. Tepatnya di Kab. Mimika, Papua. Kebetulan satu area dengan tempat saya bekerja menjadi kuli tambang. Bisa dibayangkan, saya merasa exited sejak 2 minggu sebelum perjalanan ini. Dan dalam 2 minggu itulah kalimat "Ya Allah, berikanlah kesehatan dan kekuatan untuk perjalanan ke Cartenz" selalu saya ucapkan dalam untaian doa saya. Tetapi badan saya merasa kurang fit malam itu, tak tahu karena terlalu exited atau memang karena sedang tidak dalam kondisi bagus. Saya hanya bisa mindsetting “saya sehat, saya sehat, saya sehat, saya kuat”.
Rombongan berkumpul di shopping center tembagapura dan segera berangkat naik bus setelah selesai diabsen. Jam 3.00 dini hari bus berangkat menuju Mile 74. Dari mile 74, kita naik tram menuju Grasberg. Grasberg adalah tambang terbuka (open pit) yang mempunyai ketinggian lebih dari 3000m diatas permukaan air laut. Dari grasberg inilah kita akan berjalan menuju Cartenz. Grasberg adalah area tambang yang sangat luas, karena itulah setelah turun dari tram kita naik bus lagi menuju area grasberg yang paling dekat dengan jalan menuju cartenz, the Zebra Wall.

the great zebra wall

Dari Zebra Wall, saya dan rombongan berjalan beriringan mendaki jalan setapak menuju Cartenz. Jam menunjukkan pukul 5.00 WIT. Langit mulai beranjak terang, keindahan-keindahan yang disembunyikan sang malam mulai terkuak, menakjubkan saya. Kata syukur semakin sering saya ucapkan, betapa dasyat keindahan ini, tidak bisa membayangkan betapa maha dasyatnya Sang Pencipta.
Mendaki melintas bukit, batu, padang rumput, banyak tanjakan, datar, kemudian tanjakan lagi. Berjalan sambil mengabadikan pemandangan dengan Kodak V705 saya. Gunung, bukit, batu, rumput, sungai kecil mengalir melantunkan gemericik melodi indah, dingin, teman, tas punggung, gloves biru tebal, takjub, indah, danau, langit, tinggi, oksigen tipis, dan saya.
Beberapa tanjakan cukup berat, menumbangkan mental dan fisik, memucatkan wajah-wajah lelah. But hey! saya sehat, saya tidak merasa capek, masih kuat dan semangat untuk mendaki lagi, walaupun tak tahu kapan jalan setapak ini akan berakhir. Saya merasa fit, tak tahu karena memang mindsetting saya berhasil atau karena minuman gingseng yang saya minum sebelum berangkat.
Dan perjalanan terus berlanjut. Sebuah danau dengan air berwarna hijau indah terlihat. Ada tiga danau yang akan ditemui di perjalanan menuju puncak Cartenz, dan saya sedang melewati danau yang pertama. Tak lama kemudian danau kedua dengan warna air lebih tua daripada danau pertama. Sempat mengambil beberapa foto narsis di tepi danau, lalu beranjak lagi. Setelah melewati beberapa tanjakan yang cukup merenggut nafas, saya sampai di danau ketiga, danau yang terbesar. Di tepi danau berdiri dua buah tenda, sebagai base camp. Saya beristirahat menikmati angin bertiup sepoi, menyapu muka-muka pucat yang beristirahat sambil menikmati secangkir panas susu coklat.

danau pertama
tanjakan landai

i'm steps ahead

Istirahat, makan dan minum sudah cukup, saatnya melanjutkan perjalanan. Tidak terlihat lagi jalan setapak yang lurus memanjang. Hanya tebing-tebing landai yang harus didaki, menciutkan nyali. Satu persatu bukit saya daki sambil sejenak berhenti mengambil nafas menenangkan diri. "Fiuh, kok ga nyampe-nyampe sih?"gumam saya. "Paling bentar lagi rom, gw udah ngerasain aura es-ya"seloroh seorang teman. Dan akhirnya tebing-tebing itu terlampaui, menyisakan beberapa langkah lagi, menuju pucak Cartenz yang dinanti. Salju itu sudah terlihat, tepat di depan mata saya. Keindahan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya bahwa saya akan melihatnya secara langsung dengan mata kepala saya sendiri. Sampailah sudah saya di puncak Cartenz, 4880 m asl (above sea level). Alhamdulillah!!! Saya kibarkan bendera merah putih di tanan kanan saya. Benar-benar kepuasan dan kebanggaan yang belom pernah saya rasakan sebelumnya. Kepuasan dan kebanggaan berada di puncak tertinggi saya.

merah putih di gunung salju

Tuesday, March 18, 2008

angin barat

Angin barat bertiup pelan, membelai rona, membawa aroma wangi dan bisik cinta. dewi shiNtaku, kamu kah itu? Aku tutup mataku dan menarik nafas dalam-dalam. Aku rasakan aroma dan bisiknya, iya itu kamu dewi shiNtaku. Aku yakin itu kamu. Kamu titipkan pesan dan aroma kamu pada angin barat. Kamu cerdas. Kamu tahu kamu tidak bisa menitipkan pesan dan aroma kamu pada rembulan, seperti caraku menitipkan kata cintaku. Karena dari sini lah rembulan terbit lalu melenggang manis menuju tempat kamu lalu mengelilingi buana raya lalu kembali ke tempat ini lagi lalu begitu seterusnya. Rembulan memang akan kembali kesini setelah mengelilingi buana, tapi betapa busuk dan bisingnya buana ini sehingga akan membuat pesan yang dititipkan akan menguap dan terbias. Kamu tidak mau kan aku menerima pesan yang terbias? Dari dulu aku tahu bahwa kamu cerdas, sejak aku menatap mata kamu di depan pintu itu, di depan teman-teman kamu. Aku tahu kamu cerdas sejak aku tahu kamu merangkai kata dengan indah, lisan maupun tulisan. Aku tahu kamu cerdas sejak kamu salalu berargumen mempertahankan kekeraskepalaan kamu. Tuhan memang maha adil, Dia menciptakan kecerdasan seiring dengan kekeraskepalaan. Karena kekeraskepalaan tanpa kecerdasan hanya akan menjadi kebebalan. Dan masyaAllah, bebal adalah dosa. Betapa aku bersyukur karena Tuhan juga menciptakan kesederhanaan dan ketulusan dibalik kekeraskepalaan itu. Kamu ingat waktu itu? aku selalu kerepotan menghadapi kekeraskepalaan kamu. Aku selalu mengikuti apapun yg kamu katakan dan apapun yang kamu mau, aku hanya tersenyum dan bergumam "betapa aku sayang wanita ini". Dan sekarang kekeraskepalaan kamu padaku adalah kasih sayang bagiku. Dan kata-kata "kamu bodoh!" yang dulu pernah membuat aku marah telah berubah menjadi indah di telingaku.

Kembali kutatap tebing-tebing itu. Kulukiskan wajahmu disana, seperti yang biasa aku lukiskan di langit-langit kamarku saat menjelang tidur. Tidur yang berbunga. Berbunga kamu.

Monday, February 25, 2008

Tembagapura, negeri di atas awan

“Tembagapura, tempat dimana matahari terbit 2 jam lebih cepat dari ibukota. Tapi hari itu, matahari belum terbit di tembagapura. Saya berdiri di tepi jalan, melihat sekeliling saya. Pemandangan indah tebing-tebing diselimuti kabut, siluet gunung-gunung yang menjulang setinggi lebih dari 3500 meter dari permukaan air laut. Saya masih berdiri disini, terbaur dengan para kuli tambang yang berebut bis, hanya untuk menjemput lelah. Kelelahan bekerja membantu Londo Asu menguras kekayaan bangsa. Sh*t! Apa yang mereka dapat dari kelelahan yang mereka jemput dengan cara berebut tersebut? Hanya secuil kecil mungil dari seluruh emas yang diambil. Gunung milik kitorang, keringat milik kitorang, mereka ambil emas kitorang dengan sembarang.

Lagi-lagi penjajahan!

Dan yang lebih parah, saya adalah bagian dari cecunguk-cecunguk penjajahan. Hanya demi uang receh mereka. Yang mungkin bernilai besar bagi saya. Tapi nilai adalah nilai, yang mempunyai besaran jika ada nilai lain sebagai perbandingan. Dan jika dibandingkan dengan emas yang mereka ambil. Orang bodoh pun tahu, uang ini hampir tak bernilai.

Sejak saat itu saya tahu dan sadar, saya tidak akan lama disini. Saya sakit.”

Tuesday, November 13, 2007

Teh

Teh. Minuman yang dibuat dari seduhan daun tertentu yang telah melalui proses tertentu juga. Jenis teh bermacam-macam sesuai proses pembuatan dan campuran yang diberikan. Jawa Barat dengan teh hitam (teh "Walini" adalah salah satu contohnya), Jawa Tengah teh hijau melati (contohnya adalah teh "Gopek"), Jawa Timur teh vanili (teh "Bendera"). Seperti halnya kopi, teh telah menjadi bagian penting dari menu masyarakat Indonesia. Khususnya Jawa tengah, teh adalah minuman wajib. Bahkan bagi orang Solo, teh menjadi minuman default. Apapun makanannya, minumnya teh melati. Saya sendiri sebagai orang Solo, lebih banyak meminum teh daripada air putih. Karena itu pulalah saya sangat mencintai teh. Teh mengalir kuat di dalam nadi darah saya. Saya meminum teh sejak kecil sampai tumbuh besar, bisa dibilang daging, tulang dan darah saya terdiri dari teh. Apakah saya berlebihan? Saya rasa tidak. Jika Anda pergi untuk berwisata kuliner di kota Solo, Anda pasti akan mendapati meja-meja warung makan berisi piring-piring makanan dengan segelas teh disampingnya, panas maupun dingin. Hampir setiap warung di Solo menyediakan minuman teh. Lain halnya dengan Bandung atau Jakarta dimana warung kaki lima hanya menyediakan air putih untuk pelanggannya.

Saya mempunyai satu tempat yang selalu dituju jika saya pulang kampung. Warung teh mbah Loso, sebuah warung kecil yang terletak di sebuah "gang" di kota Karanganyar sekitar 20 Km sebelah timur kota Solo. Mbah Loso, seorang nenek tua yang mengabdikan dirinya untuk membuat teh melati paling enak di dunia (menurut saya). Teh yang dibuat beliau berasal dari ti€ga jenis teh melati yang berbeda sifat dan rasanya. Kombinasi dari 3 jenis teh tersebut menghasilkan teh yang nikmat dengan rasa lengkap. Hmmm, rasa teh yang membuat saya tersenyum saat merasakan sensasinya. Luar biasa. Nasgithel/Panas Legi Kenthel (panas manis kental). Warung teh mbah Loso memang tak terlalu terkenal, berita tentang kedasyatan tehnya hanya tersebar melalui MLM (mulut lewat mulut). Biasanya orang yang sudah merasakan tehnya akan mengajak temannya untuk mencoba, dan bisa dipastikan orang yg menjadi "korban" ajakan tersebut akan terpana dengan rasanya atau paling tidak dia mengangguk tanda puas, dan berjanji akan mengajak teman lain untuk ikut merasakan kenikmatannya.

Saya sendiri adalah korban dari teman saya bernama Doni Alfan, seorang teman baik, sama-sama penggemar kopi, sama-sama penikmat teh, sama-sama gila, hanya selera wanita kita mungkin berbeda. Dari dialah saya mengenal mbah Loso dan teh sakral buatannya, sekaligus resep ramuan tehnya. Ternyata Mbah Loso tidak segan-segan memberi resep ramuannya. Mungkin juga karena dia yakin walapun ramuan tehnya sama, kalau air dan orang yang mengaduk beda, akan beda rasanya. Dan memang betul, walaupun saya sudah meramu teh sesuai resep beliau, rasanya tidak akan sama walaupun cukup dekat. Kata Mami "Sing ngudak bedo, rasane yo bedo". Saya setuju.

Jika Anda ingin merasakan teh buatan mbah Loso, silahkan datang ke Solo. Atau Anda bisa menghubungi saya untuk mendapatkan ramuan teh melati wangi resep beliau. Saya bahkan sudah membungkus dan memberi merek ramuan teh tersebut (ilegal tentunya). Karena stok terbatas, maka hanya orang yang serius tertarik atau penggemar teh yang akan saya beri satu bungkus for free.

------------------------------------------------------------------------------------------------
Mungkin Anda mengira saya berlebihan. Saya rasa tidak. Silahkan mencoba sendiri. Datang saja ke Karanganyar.

Tuesday, September 18, 2007

Rembulan hari ke7

Aku terbang ke langit malam ini, kujilati cahayaNya. "Sudah memasuki hari ke7"kataku. Sang rembulan sudah berbentuk setengah lingkaran. Oh, betapa indahnya rembulan saat Ramadahan memasuki hari ke15 nanti. Ah, sempurna..

Lalu kumelihat ke bawah, ke tanah, ke dunia, ke rumah, ke jalan, ke gedung, ke hutan, ke pasar, ke kolong jembatan, ke gubug reot, ke kampung kumuh, ke mall, ke hotel, ke showroom, ke hypermart, ke starbucks, ke sumur minyak, ke tambang emas, ke lumpur sidoarjo, ke saritem, ke gang ndoli, ke sarkem, kemanapun apapun sejauh mata minus ini memandang. "Inikah dunia yang engkau sinari wahai rembulan Ramadhan?". Dunia dimana pemerintah memberi kado awal Ramadhan sebuah peraturan larangan memberi sedekah di jalan. Dunia dimana seorang buruh pabrik sepatu nike hanya mendapatkan lima ribu rupiah untuk setiap sepatu seharga satu juta empat ratus ribu rupiah yang mereka buat dengan tangan dan keringat mereka. Atau lima ratus rupiah untuk setiap celana boxer GAP seharga lebih dari seratus ribu rupiah. Dunia dimana ada sebuah negeri yang kaya raya subur makmur gemah ripah loh jinawi diubah menjadi negeri pengemis oleh tangan-tangan penjajah keparat melalui bangsat-bangsat bertopeng anak bangsa. Arrrgggghhh....

Aku terbangun dari mimpiku. Saatnya makan sahur. Nasi telur terasa nikmat sekali. Kulihat ke luar ke langit dini hari. Indahnya rembulan masih di atas sana, dan aku masih di dunia ini. Akan terus kujaga sebersit harapan ini, untuk menjadikan dunia ini lebih indah untuk engkau sinari wahai rembulan. Semoga... Sampai nanti...

Monday, September 03, 2007

Cut...

Rambut saya memang ditakdirkan tebal dan cepet tumbuhnya. Perasaan baru kemarin potong rambut, sekarang udah panjang, gerah, ketombean dan merepotkan. Setelah pikir-pikir, berangkatlah ke tukang potong rambut tubagus. Kenapa mau potong rambut aja harus pikir-pikir? Karena saat potong rambut terakhir, saya menyesal, karena rambut bagian samping menggembung kayak Kobo-chan. Alhasil waktu itu di"garap ulang" sendiri di rumah dengan bantuan guntingnya si Mpe. Alhamdulillah memuaskan ( jadi berpikir untuk membuka salon.. hwehehe).
Hari minggu kemarin, sampailah saya di depan potong rambut tubagus itu. Timbul keraguan, "Jangan-jangan jelek lagi". Karena duit pas-pasan dan harus mikir 289654x utk ke salon, saya mantabkan niat masuk, duduk manis, merelakan rambut saya dibantai. "A', rapiin, kurangin dikit aja". "Oke mas". Kuserahkan nasib rambut saya ke tukang cukur itu. Selesai potong, bayar, cabut, melenggang, santai, sampai depan rumah, buka pagar, masuk rumah, naik ke atas, masuk kamar, berkaca dan... "ASU.. rambutku kok dadi koyo Hitler". Betapa kagetnya mendapati rambut saya lebih parah dari Kobo-chan, lebih mirip Hitler. Belah pinggir, tebal dengan rambut samping tipis, minus kumis khasnya tentunya. "Perasaan tadi liat di cermin tempat potong rambut biasa aja deh, anjing lah". Umpatan terus mengalir saking kecewanya. Jengkel, pengen nonjok kaca setiap berkaca, hari Senin pake kupluk seharian.
Senin sore, saya ke J. Andrean. Merelakan sebagian uang makan. "Mas, ini sih susah nolongnya, paling juga sekalian ditipisin sampingnya trus dimodel ABG sekarang lah" kata mas Kris, karyawan J.Andrean asal Bantul. "Yowes lah terserah, asal rambut Hitlerku ini lenyap dari kepalaku". Dan hasilnya, kata fasri saya tampak lebih muda, rambut saya kayak vokalis Good Charlotte (ehemm). Kata **** rambut saya kayak tukang foto kopi HMM (busyet,, yang bener aja..). Kata saya sih, alhamdulillah rambut Hitler udah lenyap dari kepala saya.........