Tuesday, March 18, 2008

angin barat

Angin barat bertiup pelan, membelai rona, membawa aroma wangi dan bisik cinta. dewi shiNtaku, kamu kah itu? Aku tutup mataku dan menarik nafas dalam-dalam. Aku rasakan aroma dan bisiknya, iya itu kamu dewi shiNtaku. Aku yakin itu kamu. Kamu titipkan pesan dan aroma kamu pada angin barat. Kamu cerdas. Kamu tahu kamu tidak bisa menitipkan pesan dan aroma kamu pada rembulan, seperti caraku menitipkan kata cintaku. Karena dari sini lah rembulan terbit lalu melenggang manis menuju tempat kamu lalu mengelilingi buana raya lalu kembali ke tempat ini lagi lalu begitu seterusnya. Rembulan memang akan kembali kesini setelah mengelilingi buana, tapi betapa busuk dan bisingnya buana ini sehingga akan membuat pesan yang dititipkan akan menguap dan terbias. Kamu tidak mau kan aku menerima pesan yang terbias? Dari dulu aku tahu bahwa kamu cerdas, sejak aku menatap mata kamu di depan pintu itu, di depan teman-teman kamu. Aku tahu kamu cerdas sejak aku tahu kamu merangkai kata dengan indah, lisan maupun tulisan. Aku tahu kamu cerdas sejak kamu salalu berargumen mempertahankan kekeraskepalaan kamu. Tuhan memang maha adil, Dia menciptakan kecerdasan seiring dengan kekeraskepalaan. Karena kekeraskepalaan tanpa kecerdasan hanya akan menjadi kebebalan. Dan masyaAllah, bebal adalah dosa. Betapa aku bersyukur karena Tuhan juga menciptakan kesederhanaan dan ketulusan dibalik kekeraskepalaan itu. Kamu ingat waktu itu? aku selalu kerepotan menghadapi kekeraskepalaan kamu. Aku selalu mengikuti apapun yg kamu katakan dan apapun yang kamu mau, aku hanya tersenyum dan bergumam "betapa aku sayang wanita ini". Dan sekarang kekeraskepalaan kamu padaku adalah kasih sayang bagiku. Dan kata-kata "kamu bodoh!" yang dulu pernah membuat aku marah telah berubah menjadi indah di telingaku.

Kembali kutatap tebing-tebing itu. Kulukiskan wajahmu disana, seperti yang biasa aku lukiskan di langit-langit kamarku saat menjelang tidur. Tidur yang berbunga. Berbunga kamu.